Sabtu, 31 Oktober 2020

Esai

 Naluri dalam Kekerasan


sumber gambar: enfemenino


Ada kalimat filsafat yang terkenal dari tokoh multidimensional Sam Ratulangi "Si Tou Timou Tumou Tou" artinya "Manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia" itu tertulis di Monumen dan Makam Sam Ratulangi di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Pepatah ini mengingatkan kita untuk bersikap baik dan bermanusiawi terhadap sesama. Bermanusiawi dengan bersikap baik tanpa menyakiti dan tidak merendahkan atau mengambil hak seseorang sebagai manusia.

Tindakan tidak manusiawi saling bergandengan dengan kata kekerasan dan kekerasan selalu menjadi buah bibir dalam berita kriminalitas. Semua berita tidak jauh dari pembunuhan, pengeroyokan, maupun tindakan kekerasan lainnya. Padahal jika diingat kalimat filosofis Sam Ratulangi, manusia baru dikatakan manusia jika bermanusiawi dan realita yang ada sekarang banyak manusia yang bukan manusia.

Kekerasan bukan hanya pembunuhan atau pengeroyokan yang berhubungan dengan fisik, saat kita berkomentar tidak baik di sosial media sampai orang yang bersangkutan merasa tersinggung pun juga termasuk kekerasan. Budaya kekerasan selalu melekat dengan kehidupan kita, tanpa sadar kita misuh-misuh soal kekerasan di saat yang sama juga melakukannya. Belum lama ini heboh dengan berita mengenai beberapa public figure yang mendapat kekerasan verbal dari perempuan Indonesia, pertama kasusnya pangeran Brunei, Mateen yang mendapat komentar pelecehan dari netizen perempuan sampai sosial media kekasih Mateen harus di privat karena menuai komentar caci maki terhadapnya. kedua mengenai drama korea yang sedang digandrungi yaitu The World of Married , aktor korea Han Soo Hee mendapat perundungan verbal dan fisik yang dialaminya karena memerankan sebagai tokoh pelakor, dan terakhir Reemar artis aplikasi Tik Tok asal Philipina yang dianggap sebagai penghancur hubungan sepasang kekasih, karena videonya banyak disukai para kaum adam. Kekerasan bukan lagi soal pembunuhan dengan senjata tajam, saat sebuah ucapan atau kata-katapun dapat mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang yang dapat mempengaruhi untuk melakukan bunuh diri.

Joachim Bauer, Ilmuwan yang mempelajari teori naluri agresif Sigmund Freud menyebut bahwa sifat bawaan manusia untuk terlibat dalam kekerasan atau brutal dapat dipengaruhi sisi neurologis manusia. Otak manusia memiliki sistem reward yang akan terangsang apabila kita melakukan kekerasan, Rata-rata orang yang sehat tidak ada dorongan untuk melakukan kekerasan. Bauer berkata “Sistem yang relevan dari otak tidak menyebabkan rangsang, apa yang memungkinkan sistem ini menghasilkan rangsang adalah ketika manusia berhasil memperoleh kasih sayang, pengakuan dan penghargaan.”

Pendapat Bauer mengenai rangsangan sistem reward pada otak yang membentuk tindakan kekerasan sejalan dengan keseharian kita, Ketika melihat anak-anak yang dimarahi oleh orang tuanya hingga dipukuli, dicubit, atau dijewer telinganya karena nakal dan bahkan mungkin dari kita juga pernah merasakannya. Saat dipukuli pasti anak-anak akan berpikiran bahwa orang tua sangat jahat, tetapi orang tua selalu bilang “ini tuh bentuk kasih sayang agar kamu tidak melakukan hal seperti itu lagi,” kata-kata ini menjadikan pewajaran bagi orang tua bahwa kekerasan adalah bentuk kasih sayang.

Kasih sayang berupa kekerasan juga ditemukan dalam hubungan seks, tak hanya fisik berupa pukulan, kekerasan verbal pun didambakan bagi pasangan seks dominan-submisif. Kekerasan BDSM ini justru dijadikan candu atau sesuatu yang didambakan dan ditungu-tunggu dalam menghidupi ranjang seks seperti dalam Film Fifty Shades Of Grey. Budaya memukul anak dan BDSM sebagai bentuk kasih sayang masih berlaku di zaman modern, tak ada bedanya budaya kita dengan suku Indian Amerika primitif yang tinggal di perbatasan Brazil atau Venezuela. Suku Yanomamo yang dikenal dengan masyarakat paling agresif, paling berorientasi laki-laki dan paling suka perang.

Perempuan Yanomamo juga mendambakan kekerasan dari suaminya, Marvin Harris dalam bukunya Sapi, Babi, Perang dan Tukang Sihir Chagnon menyatakan bahwa perempuan Yanomamo berharap dianiaya oleh suaminya dan bahwa perempuan itu menakar status mereka sebagai istri melalui frekuensi pukulan yang diberikan oleh si suami. Para istri tersebut saling bercerita sambil membanding-bandingkan luka yang ia dapat dari sang suami, salah satu dari mereka berkata betapa si suami perempuan yang satunya lagi pasti betul-betul peduli kepada istrinya karena begitu sering dipukul.

Cara favorit yang dilakukan para suami yanomamo saat merisak istrinya adalah dengan menyentakkan bilah bambu yang dipakai perempuan melalui daun telinga mereka yang ditindik. Suami yang kesal akan menyentak sangat keras hingga daun telinga perempuan itu robek dan bahkan suami sampai ada yang memotong kedua belah daun telinga istri saat curiga dengan istrinya yang berzina atau seorang suami lain mencongkel sepotong daging dari lengan istrinya dengan kapak karena tidak melayani tamunya dengan baik.

Bagi perempuan Yanomamo sebuah keprihatinan jika ditubuhnya tak ada bekas luka dan cedera, mereka berpikir bahwa laki-laki yang berhubungan dengannya tidak betul-betul peduli kepadanya dan sulit bagi mereka untuk membayangkan di dunia ini tidak ada suami yang tidak brutal. Selain bentuk kasih sayang yang didambakan oleh perempuan Yanomamo dari tindak kekerasan, Laki-laki Yanomamo melakukan kekerasan terhadap para istrinya juga didorong untuk mendapatkan “citra” atau pengakuan dalam diri, di mana dalam suku Yanomamo sendiri masih kental dengan budaya perang dan chauvinisme laki-laki. Laki-laki Yanomamo akan merasa paling hebat dan dihargai dengan bertindak kasar dan brutal terhadap perempuan.

Budaya tindakan kekerasan juga terjadi pada suku di Swedia dalam film Midsommar, Ketika salah satu anggota suku sudah berumur 80 tahun maka sudah habis masa hidupnya dan mereka harus terjun dari tebing yang tinggi sampai ia mati. Jika orang tersebut masih bisa bernapas, itu menjadi sebuah kesialan bagi suku tersebut. Maka hal yang harus dilakukan adalah dengan memukulnya dengan palu yang besar hingga kepala orang itu sampai hancur dan benar-benar mati. Mereka menyerahkan hidup mereka sebagai isyarat adanya siklus lingkaran kehidupan, mereka berpikir mati dengan sekarat dapat merusak jiwa dan hal itu sangat memalukan. Budaya kekerasan tersebut dijadikan simbol sukacita dan penghargaan bagi mereka dengan mewarisi nama orang yang meninggal kepada janin yang sedang dalam kandungan.

Budaya kekerasan yang terbentuk di masyarakat primitif atau modern sekalipun timbul dari adanya rasa keinginan memperoleh kasih sayang, pengakuan dan penghargaan yang mempengaruhi sistem reward pada otak kita. Tindakan kekerasan juga bentuk dari agresi, di mana Sigmund Freud berasumsi bahwa kita memang memiliki naluri untuk bertindak agresif. Meski Freud mengakui bahwa agresi dapat dikontrol, tetapi dia juga berpendapat bahwa agresi tidak bisa dieliminasi karena agresi merupakan sifat alamiah manusia. Percikan kimia positif yang dihasilkan otak menyebabkan seseorang ingin diakui keberadaanya. Hal ini tidak selalu mendorong hubungan interpersonal yang baik, justru bisa jadi malah sebaliknya.

Tindakan kekerasan tidak dapat dipukul rata mana yang menjadi standarnya, peradaban, budaya dan norma sekitar menentukan mana yang disebut kekerasan mana yang bukan. Bagi suku Yanomamo budaya kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk kasih sayang, tapi bagi kita budaya tersebut merupakan kekerasan yang bisa dituntut hukuman dan dipertanggungjawabkan dengan Undang-Undang. Begitupun kebudayaan siklus lingkaran hidup suku di Swedia yang masa hidupnya ditentukan oleh adat, hal itu bertentangan bagi kita yang memiliki hukum Hak Asasi Manusia atas Hak hidupnya. Walau begitu bukan berarti budaya, hukum, atau peradaban merupakan suatu pewajaran bagi kekerasan yang terjadi. Kekerasan tetaplah menjadi tindakan tidak manusiawi baik berupa fisik ataupun non fisik.


- Oleh Dina Aulia, Pendidikan Masyarakat UNJ 2018

Kamis, 21 Februari 2019

Cerpen

Pangeran Bermata Biru Senja



Oleh Dina Aulia



Pangeranku selama ini selalu menemaniku tidur, dipelukannya aku merasa hangat. Itulah yang terbayang


Fajar senja mulai melemah di titiknya, kegelapan malam muncul dengan anggunnya. Tirai-tirai memperlihatkan keindahannya. Bukan bulan yang pertama kali menerangkan malam, tapi lampu-lampu yang bersinar pada petang.

Sampailah ke rumah tercinta. Selepas dari kegiatan sekolah yang membosankan membuat leherku terasa kaku. Karena perut yang keroncongan, aku putuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum membersihkan badan lalu tidur cantik di ranjang. 

Inilah yang sangat dinantikan olehku yaitu tidur. Di ruang kamar yang tidak terlalu besar terdapat ranjang yang cukup hanya satu orang saja, meja belajar dan lemari dari kayu jati asli dengan deretan buku yang tidak sama rata. Ranjang yang dilapisi sprei berwarna ungu dengan motif taman anak-anak, berumbai di setiap sisinya serta selimut ungu juga yang sepadan. 

Malam gelap menutupi sinarnya sang bulan biru, pepohonan yang mendayu-dayu seirama dengan hempasan angin malam. Burung-burung uncuing mulai mencuit panjang mengelilingi atap rumah entah sudah berapa putaran. Orang-orang sekitar percaya bahwa burung uncuing mulai berkicau di malam hari ada pertanda buruk.


Saat aku mulai menutup mata, aku merasa gelisah dan tak tenang. Tapi terus kucoba untuk tidur, tetap saja tidak bisa tertidur. Sudah hampir satu jam aku masih terjaga, aku berpikir mungkin ketika membaca buku rasa kantuk itu datang dan dapat tertidur dengan tenang. Akhirnya, aku ambil buku Habiburrahman el shirazy “ Dalam Mihrab Cinta” , aku baca buku tersebut dan benar manjur saja hal itu. 

Oh ya ampun baru saja aku bisa tidur, badanku kenapa tidak bisa bergerak, napasku tertahan pada kerongkongan. Mataku hanya terbuka setengah , bersyukur aku masih di tempat tidur. Tunggu, tapi kenapa aku tidak bisa berbicara, mulutku kaku bahkan tak bisa terbuka. Semakin lama aku sulit untuk bernafas, dadaku sesak, apakah malaikat akan mengambil nyawaku sekarang juga? Aku benar-benar merasa takut.

 Meminta tolong pun aku tidak bisa, semua badan tidak bisa digerakkan  , pikiranku dibawa ke awang-awang. Aku mendengar suara-suara aneh seperti suara gema teriakan ,angin yang kencang, suara yang mengaum-aum dan suara perkelahian robot seperti di film “Power Rangers”. Semua suara tersebut menjadi satu dan berkumpul di kedua telingaku. Tiba-tiba aku merasa badanku jatuh dan terjun dari langit lalu mengambang di titik tertentu. Sepertinya setengah badanku masuk ke alam gaib. Mataku  masih bisa melihat lemari walaupun hanya samar dan setengah yang terbuka, Aku mulai berpikir sepertinya inilah akhir dari hidupku dan aku akan menyusul almarhumah sahabatku. Mataku sedikit demi sedikit tertutup dan badanku masih tidak bisa bergerak, hanya suara alam gaib yang dapat kudengar.

Tiba-tiba ada suara laki-laki, suaranya besar, berat dan menyeramkan seperti suara gunderuwo di televisi “ Huahahah.. Huahahaha..” dia tertawa dengan keras sekaligus menyeramkan di antara suara-suara  aneh tersebut. aku ketakutan, napasku makin tersengal-sengal , rohku seperti ditarik dan diangkat dari badan yang tergeletak di ranjang ungu. 

“Hai helena....” suara yang menyeramkan itu kembali terdengar dan dia memanggilku. Pikiranku kalut, aku tidak sedang ingin dicabut nyawa tapi dibawa ke alam yang berbeda. Semakin lama napasku semakin hilang, aku tidak merasa sesak lagi ketika rohku sedikit demi sedikit diangkat, dan akhirnya roh itu lepas dari badan.

Suara-suara aneh itu masih terdengar , sekarang aku tidak lagi di kamar, tapi di tempat berbeda. Di tempat yang sangat gelap, di mana tak ada satu titik pun cahaya yang muncul. Namun tetap suara aneh itu masih ada , bahkan lebih keras. Aku terisak-isak bercampur ketakutan, berteriak memanggil ayah dan ibu, tapi hal itu menjadi sia-sia hanya gema suaraku lagi yang terdengar ditambah suara gaib itu. 

Semakin lama kepalaku pusing mendengar suara tak berguna itu, aku duduk sambil memeluk kaki dan menenggelamkan kepala di antaranya. Hanya tangisan yang dapat Helena lakukan, rasa takut yang teramat besar di dalam kegelapan, hanya satu yang dia inginkan ‘dia ingin kembali pulang ke rumah’. 

“Hai helena...” suara laki-laki menyeramkan itu muncul kembali dan terasa semakin dekat. Aku mencoba untuk melihatnya, sesosok laki-laki bertubuh tinggi dan badannya yang kekar ada di depanku. aku terperanjat berdiri, kulit laki-laki itu indah berkilau bagai permata, ia memakai pakaian kerajaan seperti pangeran, badannya yang tegap dengan pedang emas di belakang punggungnya. 

Betapa mungkin di kegelapan ini aku bisa melihat dia dengan jelas, mata biru senja yang menetramkan hati, alis hitam nan tebal yang terukir indah di bawah dahi, ditambah hidungnya seperti dasun tunggal dan semburat senyuman yang tulus bak pangeran. Sungguh ciptaan tuhan yang sempurna. Tunggu, hampir saja aku terpesona dengan makhluk ini, bahkan aku belum tahu siapa dia ini. Bagaimana kalau dia jahat.

“ siapa kamu?” 
“aku bryan “, jawabnya dengan menyunggingkan sederet gigi putih yang rata. Semakin indah pangeran tersebut, siapapun perempuan yang melihatnya pasti akan jatuh cinta dengan ciptaan tuhan yang satu ini. Tapi tentu tidak dengan Helena yang super cuek dengan lelaki manapun.
“kenapa kamu ada disini?,” Tanyaku.
“ini tempat ku, aku yang membawa mu ke sini” 
“ kenapa kamu membawa ku ke sini?” 
“ karena aku mencintaimu “

Aku kaget mendengar bryan berkata seperti itu. “sudah hampir dua tahun aku selalu di dekatmu, kadang aku hadir dalam mimpimu”, terusnya. Jadi selama ini dia yang selalu mengganggu tidurku, yang selalu membuat kegelisahan dan tak dapat bergerak saat tidur bahkan sulit untuk bernapas. Dia yang selalu mengangkat kaki kananku walau sebelumnya aku bahkan melawan dengan sekuat tenaga dalam dan hasilnya tetap nihil bryan sialan itu terlalu kuat, lalu  beberapa detik keparat itu menghempaskan kakiku. Sampai sekarang akupun tidak mengerti mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Walau hal itu sering terjadi saat aku tertidur, kadang seperti ada yang menggelitik di perutku, aku tetap memberanikan diri menghadapinya. Hampir setiap malam hal itu terjadi pada Helena, namun ia tidak pernah bilang dengan orang tuanya. Helena sebenarnya sangat takut dengan makhluk yang selalu mengganggu tidurnya, tapi ia tidak ingin orang tuanya khawatir dengan kejadian itu. 

Saat aku tertidur saja ia bisa berinteraksi langsung denganku walau aku tidak dapat melihatnya, apalagi sekarang aku berada di dunianya, pasti dia akan bertindak lebih tidak siku-siku lagi. Helena mundur, ia takut dengan pangeran keparat ini. Ia tidak percaya dengan wajah indah lelaki itu. Keparat itu sudah mengganggu tidurnya selama ini, Helena merasa kesal karena hobinya telah diusik oleh pangeran sialan ini. Tak dapat dipungkiri kalau badan Helena takut gementar.

 “jangan takut, aku tidak menyakitimu, aku mencintaimu dan aku ingin kita bersama di sini” Bryan semakin mendekati Helena.
 semakin dekat dia dengan ku semakin aku mundur. “mengapa kau mencintaiku?, aku tidak mencintaimu bodoh, cepat bawa aku pulang ke duniaku !! “
“ huahahaha.. huahahhaa.. itu tidak akan mungkin sayang, kau akan tetap di sini bersamaku,” dengan senyuman buayanya. 

Melihat hal itu, Helena berlari kencang yang entah kemana di dalam kegelapan, ia terus berlari dan terisak di ruang gelap yang berisik dengan suara-suara aneh nan menakutkan itu. Tak disangka keparat  mengejarku, tiba-tiba sosoknya berubah menjadi lelaki tinggi besar, badannya hitam legam, rambut gondrong sampai perut dan matanya merah menyala.

“ aaaaaaaaaaaaaa..... ibu ayaaah.. tolong helenaaa...” aku berlari secepat mungkin dengan kemampuan yang kupunya. Namun langkah kaki gunderuwo itu terlalu besar sehingga jarak kami tidak terlalu jauh.

Aku tidak mau kalah dengan kecepatan kakiku yang kecil ini. Aku terus melarikan nyawa dari gunderuwo seram ini. Sepanjang jalan di kegelapan yang tak ada ujungnya, aku mendengar segelintir orang membaca surat yasin. Aku mulai mengikuti suara tersebut, kulihat ke belakang si hitam besar masih mengejarku dan bahkan semakin dekat, gigiku gemertak ketakutan. Aku terus mengikuti suara orang-orang itu, semakin lama suara itu semakin dekat dan aku mendengar suara ibu yang menangis memanggil namaku. 

Kulihat cahaya putih di seberang, lalu aku masuk ke cahaya tersebut. lorong vertikal cahaya yang menyilaukan, tubuhku jatuh meluncur ke bawah.  aku membuka mata, syukurlah aku sudah di kamarku, akhirnya aku terbebas dari lelaki siluman itu. Ada bibi rani dengan pakaian yang serba hitam masuk ke kamarku dan mengambil sehelai kain batik. Aku penasaran apa yang bibi lakukan dengan kain batik itu. Kulihat bibi turun ke ruang tamu dan menemui banyak orang yang memakai pakaian hitam serupa. Ibu menangis tersedu-sedu lalu pingsan, semua orang yang berpakaian hitam langsung berkerumun menghampiri ibu, ayah terlihat sangat khawatir. Ayah mengatakan “sudah buu.. ikhlaskanlah,” ucap ayah sambil menangis.

Bibi rani juga sangat khawatir dengan keadaan ibu. Aku lari menghampiri ibu, kulihat mata ibu merah dan sembap ia terkulai lemas tak berdaya di pangkuan ayah. Semua orang tak tega melihat keadaan ibu. Kulihat ada sekujur tubuh kaku di atas kasur unguku. Aku terperanjat melihatnya, aku takut mayat itu adalah ka zaid, karena yang kutahu dia kuliah di luar kota. Aku takut sesuatu terjadi padanya. “ibuuuuu..,” lelaki dengan almamaternya itu berlari menghampiri ibu. Ternyata lelaki itu ka zaid, lalu tubuh kaku siapa yang tergeletak di sana. aku tidak percaya ada sehelai kain putih yang menutupi wajahku, ternyata aku sudah dikafankan.
(18/02/2019)